SEPATU DAHLAN
“HIDUP, bagi orang miskin,
harus dijalani apa adanya." Kalimat itu ditulis oleh Dahlan Iskan sebagai
pengantar sebuah novel yang diklaim oleh penulisnya Khrisna Pabihara sebagai
diinspirasi oleh kisah hidup sang menteri.
Namun "Sepatu
Dahlan", sebuah novel setebal 369 halaman dan 32 bab justru runtut
bertutur mengenai perjuangan, kerja keras dan semangat pantang menyerah seorang
anak miskin untuk mencapai masa depan yang jauh lebih baik dengan latar
belakang peristiwa Gerakan 30 September PKI.
Sosok Dahlan kecil yang
digambarkan oleh penulis dalam novel itu bukanlah orang yang pasrah terhadap
keadaannya. Dahlan kecil dalam novel itu adalah seorang pejuang, pejuang bagi
masa depannya tak peduli jalan berliku.
Dahlan, bocah miskin asal Kebon Dalem, Jawa Timur,
berpeluh untuk mewujudkan mimpinya, yang semula sangat sederhana untuk ukuran
sebagian besar anak Indonesia saat ini, yaitu sepasang sepatu dan sepeda.
Tapi dia tidak menyerah.
Dari Kebon Dalem, kampung yang dilukiskan sebagai hanya memiliki enam buah
gubuk yang letaknya saling berjauhan, Dahlan tekun menyusun langkah hingga
akhirnya kini tertambat di salah satu kursi Kabinet Indonesia Bersatu II
sebagai Menteri BUMN.
Sebuah lompatan yang
sangat mengagumkan jika merujuk pada novel "Sepatu Dahlan" yang
menyebutkan bahwa nyaris seluruh lelaki dewasa di Kebon Dalem bekerja sebagai
buruh atau kuli.
Walau, Dahlan kecil karena
kondisi keluarganya yang berada di bawah garis kemiskinan juga terpaksa
merasakan kerasnya hidup sebagai buruh. Setiap hari ia harus berjalan puluhan
kilometer untuk bersekolah tanpa alas kaki.
Sepulang sekolah banyak
pekerjaan yang harus dilakoninya demi sesuap tiwul, mulai dari nguli nyeset, nguli nandur (menjual tenaga di
sawah), sampai melatih tim voli anak-anak pengusaha tebu.
Berkat kerja kerasnya,
Dahlan berhasil mengumpulkan uang untuk membeli sepeda secara mencicil dan
kemudian dia bahkan mampu membeli dua pasang sepatu untuk dirinya dan adiknya.
Sekalipun semua itu baru dapat diwujudkannya ketika ia duduk di kelas tiga SMA
(Aliyah). Suatu jalan yang panjang untuk sepasang sepatu. Sepasang sepatu yang
kemudian lebih banyak ditenteng oleh Dahlan karena ia merasa sayang
menggunakannya.
“Takut rusak jadi sepatu
ditenteng dan tetap nyeker (telanjang kaki) ke sekolah supaya sepatunya
awet." Namun Dahlan punya apologi untuk itu. Ia bukannya malas bekerja, ia
menghabiskan waktu menjadi buruh di sawah berhari-hari dengan harapan dapat
memperoleh upah untuk membeli sepatu namun ternyata setiap kali menerima upah
setiap kali itu pula ada hal-hal lain yang lebih mendesak disbanding sepatu,
missal beras, tepung singkong, cabai, gula atau minyak tanah”.
“Mata berkunang-kunang,
keringat bercucuran, lutut gemetaran, telinga mendenging...Siksaan akibat rasa
lapar ini memang tak asing, tetapi masih saja berhasil mengusikku...Sungguh aku
butuh tidur. Sejenak pun bolehlah, Supaya lapar ini terlupakan," tulis
Khrisna guna menggambarkan kerasnya kehidupan Dahlan Kecil untuk mencapai
mimpinya yang “sederhana”.
Lempar Sepatu Dalam
acara peluncuran novel "Sepatu Dahlan" di Bunderan Hotel Indonesia,
Jakarta, Minggu (27/5), Dahlan kembali melakukan aksi "melempar".
Tapi bukan kursi yang dia lempar namun sepatu yang ia pakai. “Saya copot,
lempar ke anda dan saya pakai buatan Indonesia,” katanya. Pelemparan sepatu itu
merupakan bentuk dari penolakannya terhadap sepatu buatan luar negeri.
Lebih lanjut ia mengatakan
bahwa novel "Sepatu Dahlan" adalah satu bentuk teguran baginya selaku
pejabat publik untuk tidak lagi menggunakan sepatu buatan luar negeri. Setelah
melempar sepatunya, Dahlan kemudian mengawali Gerakan Sepatu untuk Anak
Indonesia dengan membagikan sekitar 1.000 sepatu untuk anak-anak Sekolah Dasar
di seluruh sudut Jakarta.
Aksi "bagi-bagi"
sepatu itu memperoleh rekor dari Museum Rekor Indonesia sebagai gerakan berbagi
sepatu terbanyak karena ditargetkan akan memberikan lebih dari 3.600 pasang
sepatu bagi anak-anak Indonesia.
Terkait novel yang disebut
terinspirasi dari kisah hidupnya, Dahlan mengaku kaget saat pertama kali
memperoleh informasi mengenai penulisan novel tersebut. Novel itu, katanya,
juga membuat dia penasaran karena dia adalah seorang penikmat novel.
Namun ia memuji kepiawaian
sang penulis yang mampu menghidupkan kisah hidupnya. Tetapi, Dahlan
mengingatkan bahwa beberapa adegan dan tokoh yang terdapat dalam novel itu
adalah fiktif walau semangatnya sama.
Novel "Sepatu
Dahlan" adalah bagian pertama dari trilogi
novel inspirasi Dahlan Iskan yang ditulis oleh Khrisna Pabichara
dan diterbitkan oleh Noura
Books. Dalam buku itu dikisahkan masa kecil Dahlan Iskan yang
tumbuh besar dengan dua impian yaitu sepatu dan sepeda serta kisahnya dengan
seorang gadis bernama Aisha.
Menurut Khrisna, Dahlan kecil yang hidup di bawah garis kemiskinan tidak tega menyampaikan impiannya kepada orang tuanya sehingga dia berusaha untuk mewujudkannya dengan usahanya sendiri. Setiap hari ia harus berjalan puluhan kilometer untuk bersekolah tanpa alas kaki. Sepulang sekolah banyak pekerjaan yang harus dilakoninya demi sesuap tiwul.
Menurut Khrisna, Dahlan kecil yang hidup di bawah garis kemiskinan tidak tega menyampaikan impiannya kepada orang tuanya sehingga dia berusaha untuk mewujudkannya dengan usahanya sendiri. Setiap hari ia harus berjalan puluhan kilometer untuk bersekolah tanpa alas kaki. Sepulang sekolah banyak pekerjaan yang harus dilakoninya demi sesuap tiwul.
Buku itu juga menyebutkan
bahwa di usia mudanya, Dahlan sudah banyak merasakan kehilangan, yang semua
tertuang dalam catatan hariannya. Namun sekalipun novel itu terinspirasi oleh
kehidupan Dahlan, Khrisna menjelaskan bahwa sebagian tokoh dan kisah di dalam
novel "Sepatu Dahlan" merupakan hasil imajinasinya.
Dalam acara peluncuran
novel itu hadir juga sejumlah tokoh antara lain Ary Ginanjar Agustian, Tina Talisa, Putra
Nababan dan Abdillah Toha, yang bergantian memberikan pandangannya atas novel
itu. "...setelah membaca buku ini, segalanya terkonfirmasi. Kesederhanaan,
rendah hati dan kerja keras yang dibarengi keteguhan hati, bukanlah sekedar
gebrakan,” kata pembawa acara berita Putra
Nababan.
Ia mengatakan bahwa novel "Sepatu Dahlan" membuatnya lebih banyak bersyukur atas segala karunia yang diterimanya dalam kehidupan sehari-hari. “Pagi ini saya memakaikan sepatu kepada anak saya dan saya bersyukur. Saya bayangkan kalau saya dan anak saya mengalami seperti itu,” katanya.
Sementara itu pembawa
acara yang lain, Tina Talisa,
mengatakan bahwa novel tersebut menginspirasinya untuk tidak pantang menyerah.
“Pada saat saya membaca saya menjadi sadar bahwa kalau kita mengeluh kita tidak
akan mendapatkan apapun,” ujarnya.
Sedangkan Ary Ginanjar
menilai novel "Sepatu Dahlan" memiliki pesan besar yaitu agar pihak
yang kaya bermanfaat dan pihak yang miskin bermartabat. “Sepatu Dahlan adalah
sebuah makna kebebasan. Sebuah makna dimana kita keluar dari segala hal
birokrasi,” tuturnya.
Novel "Sepatu
Dahlan" menurut politisi Abdillah
Toha akan diikuti oleh "Surat Dahlan" dan "Kursi
Dahlan". “Pak Dahlan mudah-mudahan menjadi inspirasi untuk bangsa
Indonesia sekarang dan masa depan,” ujarnya.
Tampaknya semua mengamini
pandangan Dahlan Iskan yang diperjelasnya dalam bab 29, "hidup, bagi orang
miskin, harus dijalani apa adanya. Hukum alam. Maka sebagai orang miskin, aku
tidak berharap terlalu muluk-muluk”. Namun tentu saja tidak juga diam, menyerah
pada keadaan.
1 komentar:
TI-XTAR TI-XTAR TI-XTAR TI-XTAR TI-XTAR TI-XTAR
TI-XTAR TI-XTAR TI-XTAR TI-XTAR TI-XTAR TI-XTAR titanium oxide TI-XTAR TI-TAR titanium trimmer TI-XTAR TI-XTAR TI-XTAR TI-XTAR titanium metal TI-XTAR TI-XTAR TI-TAR titanium wedding bands for men TI-XTAR titanium bolt TI-XTAR
Posting Komentar